"Kehidupanku? Yah, itu tidak semenarik yang kau pikir.
Ya maksudku, serius, hidupku tidak seperti film-film hollywood. Aku adalah seorang pria yang normal tapi aku punya sebuah kemampuan, hadiah dari Tuhan mungkin. Aku dapat mengetahui yang sebenarnya, apakah orang-orang mengatakan kejujuran atau justru berbohong. Cara kerjanya cukup sederhana, ketika mereka mengatakan yang sebenarnya, aku akan melihat cahaya biru terang melalui mata kiriku, layaknya seseorang sedang mengarahkan senter ke arah mataku. Ketika mereka berbohong, cahaya merah terang tertuju di mata kananku.
Orang tuaku pikir aku sedang sakit, mengidap sinestesia, tapi kukira ini mungkin karena aku tumbuh semakin dewasa. Prestasiku di sekolah dan pekerjaan meningkat karena kemampuan ini. Aku bahkan mendapat tawaran pekerjaan untuk perusahaan besar di Inggris. Hey, kau harus melihat banyak sekali keringat bercucuran di ruang rapat itu!
Aku tidak berpikir itu adalah sebuah "kecurangan" atau apa, maksudku, tidak menggunakan kemampuan itu akan terlihat lebih mirip dengan berpura-pura kalau aku ini buta dan mungkin akibatnya aku akan menutup mataku selama sisa hidupku, tidak masuk akal memang. Terkadang, kemampuan itu sangat berguna, tapi kadang-kadang, bisa juga menjadi sangat mengerikan. Aku melihat cahaya merah ketika dokter mengatakan kepadaku bahwa saudaraku bisa sadar dari kondisi koma. Aku melihat cahaya merah ketika istriku mengatakan kepadaku kalau dia tidak selingkuh, setelah enam belas tahun kami menikah. Aku tidak bisa menceraikannya, aku masih memikirkan anak-anak kami. Aku bahkan melihat cahaya merah sebelum ia meninggal setelah kecelakaan mobil. Kata-kata terakhirnya adalah aku mencintaimu."
"Kau belajar untuk beradaptasi, ... Bukankah itu benar?"
"Yah, kupikir kata-kata terakhirnya hanya untuk menghiburku, membuatku bahagia dan tidak meninggalkan penyesalan. Ah, ini masalah yang sulit kupahami. Oh ini, dia memanggilku untuk masuk dalam, senang berbicara denganmu, kuharap kita bisa berjumpa lagi di lain waktu."
Dia berjalan mengikuti malaikat, menuju gerbang yang dihiasi mutiara. Itu adalah pemandangan yang menakjubkan yang pernah dilihatnya, hatinya terasa nyaman dan hangat tanpa aura negatif. Tetapi saat ia beberapa langkah dari gerbang, ia tidak bisa melangkah lebih jauh. Tiba-tiba cahaya datang menusuk bersinar langsung kepadanya. Cahaya itu membuatnya menghentikan langkahnya di tengah jalan.
Malaikat berkulit gelap menghampirinya dan mengatakan: "Apa yang kau tunggu? Surga menantimu."
Mungkin itu hanya rasa kagum, mungkin itu imajinasinya, mungkin nasiblah yang menetapkan bahwa ia akan berjalan di jalan itu. Saat ia berjalan melewati pintu gerbang, ia menutup mata kanannya, karena cahaya merah menyilaukan yang sangat menusuk.