Story by: Jacob Grimm & Wilhelm Grimm.
Pada jaman dahulu di suatu malam di kota bernama Franecker, barat Friesland. Sejumlah anak berumur 6 tahun sedang berkumpul dan bermain di sebuah lapangan di desanya.
Mereka memutuskan bermain penyembelih dan babi, 3 orang anak laki-laki melakukan pengundian dan terpilihlah seorang anak lelaki bernama Toby menjadi penjagal, seorang anak lelaki bernama Nigel menjadi pemburu, sedangkan anak ketiga bernama Martin menjadi seekor babi.
Sedangkan sebagian anak perempuan menjadi koki dan sebagian lainnya menjadi asisten koki.
Toby yang bermain menjadi tukang jagal pun menyuruh Martin untuk berlari mengitari lapangan tersebut dengan empat kaki sambil menirukan suara babi.
Saat Martin berlari mengitari lapangan dengan empat kaki, Nigel yang bertugas menjadi pemburu pun mengejarnya dan menjatuhkannya ke tanah.
Di ambil seutas tali, di ikat si Martin ke sebuah tiang di salah satu ujung lapangan tersebut, “Hei, lepas kan aku bodoh!” teriak Martin, karena kasarnya Nigel dalam mengikat Martin, “Diam saja kamu.” balas Nigel, di bantu oleh anak-anak perempuan untuk memegangi Martin agar mudah mengikat nya ke tiang.
Toby pun membisiki salah satu anak perempuan bernama Claire sesuatu, Claire pun langsung berlari pergi dari lapangan entah ke mana dengan tergesa-gesa, entah apa yang di bisiki oleh Toby kepada Claire.
Martin yang di ikat ke tiang pun mulai di telanjangi oleh Nigel dan anak perempuan lain, “Gila kau Nigel, Aku tidak diharuskan untuk tidak memakai pakaian bukan!?” ucap Martin, “Diam saja kamu, biar kamu lebih mirip babi yang mau di potong.” balas Nigel sambil cekikikan.
Claire pun kembali ke lapangan dengan membawa pisau dapur dan beberapa mangkuk, mungkin ia baru dari rumah nya untuk mengambil pisau dapur, ah anak 6 tahun tidak mungkin di ijinkan membawa pisau dapur bermain, mungkin Claire diam-diam mengambilnya.
Di ambil lah pisau dapur tersebut oleh Toby, Toby pun segera berlari menghampiri Nigel dan Martin dan anak-anak perempuan di ujung lapangan, tepat nya di tiang tempat Martin di ikat.
“Nigel, jadi babi ini yang berhasil kau dapatkan?” tanya Toby, “Iya, hanya ini satu-satunya babi yang berada di daerah sini.”, “Hmm, berapa harga yang akan kau jual untuk babi ini?”, “Akan ku jual 2 Gulden.” jawab Nigel terakhir. Mereka menirukan cara berbicara penjual daging yang sedang ingin membeli hewan ke pemburu.
“Baik, ini ambil 2 Gulden. Jadi, hak babi ini sepenuhnya milik ku ya.” ucap Toby sambil berusaha meniru suara orang dewasa dan berpura-pura memberi koin, walau tidak mirip. “Tidak ada babi seharga 2 Gulden, bodoh!” gerutu Martin.
“Claire! Berikan mangkuk itu masing-masing untuk Nancy dan Martha.” perintah Toby.
“Martin si babi, apakah kamu punya kata-kata terakhir sebagai babi?” tanya Toby, “Anak gila!” teriak Martin, “Baik, kau akan segera ku penggal babi!” ucap Toby.
Di gorok kepala Martin dengan pisau dapur tersebut oleh Toby hingga kepala nya hampir putus, “Martha, Nancy cepat ambil darah babinya!” teriak Nigel.
Darah yang menetes dengan deras dari leher Martin pun jatuh ke mangkuk yang sudah di siapkan Nancy dan Martha, tak ada rasa sedih dari anak-anak bocah tersebut.
Ternyata apa yang dilakukan anak-anak itu di lapangan tak sengaja di lihat oleh salah seorang warga, dengan kagetnya warga tersebut bukannya menghentikan mereka, tetapi malah pergi ke rumah walikota untuk melaporkan apa yang telah dilihat nya barusan, sekelompok anak-anak melakukan pembunuhan terhadap anak yang lain.
…
“Gila, apa benar yang kau bilang barusan?” tanya si Walikota dengan ekspresi kaget, “Iya, benar pak! Aku melihat dengan mata kepala ku sendiri barusan! Sekarang bapak langsung saja ke lapangan!” jawab Warga tergesa-gesa.
Sang Walikota dengan setengah tidak percaya langsung menuju lapangan yang dimaksud dengan di ikuti beberapa anak buahnya dan si warga, tentu saja mereka kaget melihat anak-anak tersebut sedang mengaduk mangkuk berisi darah dengan tangan kecil mereka dan menyeruput darah tersebut bergantian.
Kegiatan anak-anak tersebut pun langsung di hentikan, dan mereka semua langsung di bawa ke kantor walikota oleh anak buah sang walikota, warga di sekitar lapangan pun dipanggil ke lapangan untuk membantu sang walikota membersihkan mayat Martin.
Para warga pun mengira terjadi pembunuhan terhadap Martin, ya memang itu terjadi tetapi tidak sesuai yang di pikiran para warga yang berkumpul di lapangan, warga yang melihat kematian Martin pun menceritakan semuanya, para warga pun kaget sekaligus tidak percaya dengan yang di katakan warga tersebut.
…
Esok pagi nya, Martin pun di kubur. Orang tua Martin pun menangis di kuburan anaknya, apalagi Ibunya Martin, mata nya sampai bengkak merah dan masih saja menangis.
Sang walikota pun kebingungan, tidak mungkin anak-anak tersebut masuk penjara mengingat umur nya 6 tahun, memang ada lembaga mirip penjara yang menangani anak remaja yang melanggar hukum tetapi tetap saja bukan untuk anak 6 tahun.
Anak-anak tersebut di introgasi oleh walikota beserta anak buahnya, yah bukan di introgasi mungkin lebih baik di sebut sedang di berikan sejumlah pertanyaan.
Dari semua anak yang ditanya, di simpulkan lah Toby yang membunuh Martin. “Apa mungkin Toby di hukum ke penjara?” pikir pak walikota, apalagi Ibu Martin kemarin malam histeris menuntut pembunuh anaknya di hukum seberat-berat nya. “Tidak mungkin anak 6 tahun di hukum seperti orang dewasa mengingat mereka sedang bermain-main sebelum nya dan salah satu temannya terbunuh.” pikir sang walikota.
Semua anak di pulangkan ke orang tua nya, kecuali Toby tentu nya. Toby pun sedikit bingung dan agak tidak nyaman disana, tetapi sang walikota sudah memanggil kedua orangtua nya Toby.
Kedua orang tua Martin pun di panggil ke ruangan kantor walikota saat malam untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan dengan orang tua Toby. Ibu nya Martin masih bengkak mata nya karena menangis terus-terusan dan Ayahnya keliatan lebih tegar, meski tetap terlihat bahwa ia tetap menyimpan perasaan sedih. Ayah dan Ibu Toby pun langsung meminta maaf dengan ekspresi tidak enak dan malu kepada Orang tua Martin tentu nya.
Sang Walikota langsung membuka pembicaraan kepada kedua orang tua Martin dan Toby, “Baik, Saya di haruskan berbuat bijak kepada Toby, Saya tentu tidak dengan mudah memasukkannya ke dalam penjara mengingat umurnya.”, “Jadi, saya akan menguji Toby untuk melihat apakah Toby secara dewasa membunuh dengan sengaja atau hanya kecelakaan ketika sekelompok anak kecil bermain.”
Hal ini di setujui orang tua Toby dan juga orang tua Martin, karena orang tua Martin sudah diberitahu tentang ini dari siang oleh anak buah walikota dan sudah memikirkan hal tersebut sebelum datang ke kantor walikota.
Sang walikota pun mengajak kedua orang tua Martin ke tempat dimana Toby berada.
Di ruangan itu hanya ada mereka berempat, Toby duduk di sebuah bangku dan di depannya ada sebuah meja dan juga sebuah bangku.
Sang walikota pun duduk di bangku yang berada di depan meja, “Toby, Aku akan memberikan kamu pilihan untuk memilih.” ucap sang walikota, “Aku memiliki sebuah 10 gulden dan sebuah apel.” ucap sang walikota sambil menaruh dua benda tersebut di meja. “Aku akan memberikan kamu salah satu, jadi yang mau yang kamu mau, Toby?” tanya sang walikota.
Toby terdiam sebentar, lalu dengan polosnya ia segera mengambil buah apel tersebut, “Ini saja.”
Sang walikota langsung menghela nafas, ekspresi kedua orang tua Martin pun agak kaget. Sang walikota pun langsung membawa Toby ke orang tua nya.
Mereka tidak akan menghukum Toby sesuai apa yang ia perbuat, dan membiarkan Toby dan keluarganya hidup seperti biasa. Kedua orangtua Martin dan Warga pun tidak pernah menyinggung hal tersebut lagi, seakan terbunuhnya Martin tak pernah terjadi.