Story by kemudian user: ryandachna Kepada siapapun yang menemukan lembar-lembar kertas ini,
Lembar-lembar kertas ini adalah undangan dari kami yang selamat dari Badai Zombie di kota Jakarta. Bila anda mendapatkannya maka anggaplah anda diundang untuk berkunjung ke tempat kami agar kita bisa saling kerjasama. Lihatlah di balik kertas pertama ini dan anda akan menemukan peta yang menjelaskan bagaimana cara menemukan kami. Bila anda tidak tertarik untuk mengunjungi kami, izinkanlah aku menulis tentang pencapaian kami sejauh ini.
Kami bersembunyi di dalam sebuah cabang swalayan kecil di Jalan Raya Matraman (entah mengapa ada bagian dalam diriku yang tidak ingin lupa kalau jalan raya yang bolong-bolong, penuh mobil mati dan pohon tumbang ini namanya Jalan Raya Matraman). Kami sudah membarikade diri kami dalam swalayan itu sejak para zombie pertama kali muncul. Temboknya kuat, pintunya kuat, dan rak-rak di dalamnya bisa digunakan untuk tambahan barikade juga labirin di bagian dalam. Kalau para zombie berhasil menerobos pertahanan luar, di dalampun kami masih bisa melawan. Walau itu tidak terdengar seperti rencana pertahanan sekelas yang dibuat Pentagon tapi, hey, kami toh bisa bertahan.
Dari dalam Benteng Swalayan, kami berusaha sekuat tenaga bertahan hidup. Hari-hari pertama Badai Zombie (atau kalau orang barat menyebutnya Zombie Apocalypse) sangat brutal. Mayat-mayat hidup itu muncul tiba-tiba pada suatu hari berbadai yang aku yakin masih hangat di benak kalian juga. Mereka cepat, lincah, dan, alamak, luar biasa kuat. Aku menyaksikan dengan kepalaku sendiri bagaimana salah satu dari mereka menggeser sebuah mobil, tanpa menggunakan alat untuk menerkam mangsa. Sadis! Ngeri! Tapi lama kelamaan mereka kehabisan makanan. Kalau lapar sedikit, mereka brutal. Tapi kalau amat sangat kelaparan, mereka jadi lamban. Puji Tuhan!
Saat ini para zombie di sekitar kami kebanyakan sudah berubah menjadi yang lamban walau ada satu dua yang mungkin baru "muncul" sehingga masih kuat dan gesit. Untungnya baik yang kuat maupun yang lemah, semua zombie harus bobok saat matahari terbenam. Di saat itulah kami biasanya mencari air dan mencari makan di tengah reruntuhan kota dan pada saat itu jugalah kami usulkan kalian mencari kami. Kami sendiri baru harus keluar dari Benteng Swalayan kami untuk mencari makan, sekitar enam bulan yang lalu, tapi aku yakinkan pada kalian kalau daerah di sekitar kami tidak banyak zombie-nya.
Oke-oke... kembali ke pencapaian kami segelintir manusia yang selamat dari Badai Zombie. Saat ini Benteng Swalayan (keren ya nama ini?) mempunyai pasokan makanan sampai tiga bulan ke depan. Kami juga mempunyai generator diesel yang telah dikonversi oleh Frans, salah satu rekan kami, sehingga bisa dioperasikan menggunakan minyak goreng. Yes! Kami punya listrik dan makanan. Kami juga punya pasokan air minum bergalon-galon berkat sebuah misi pengintaian yang saya pimpin sendiri ke dalam sebuah gedung perkantoran.
Waw, ternyata pendek sekali kalau menulis pencapaian kami saja. Kalau begitu kutambahkan juga rencana kami ke depan. Frans (dia ini semacam insinyur kayanya) mengusulkan kami membuat saluran air. Berhubung Benteng Swalayan kami ada di Jalan Raya Matraman yang dekat dengan Kali Ciliwung (jangan lupa nama-nama ini), menurutnya tidak mustahil kami membuat semacam pompa air di sana yang dioperasikan secara manual dan mengalirkan airnya ke Benteng. Bila rencana ini berhasil kami bisa membuat kebun sayur di sini, tentunya setelah kami menemukan bibit-bibit sayur. Frans sekarang sibuk menggambar rancangan saluran air tersebut di laptop yang kami temukan di gedung perkantoran sama yang misi pengintaiannya saya pimpin sendiri. Bila kalian membayangkan aku mengetik ini sambil tersenyum sombong, kalian tidak salah.
Dan berhubung aku barusan menyinggung laptop, aku rasa ada baiknya aku juga menyertakan temuan kami yang berhubungan dengan laptop tersebut. Setelah Frans memastikan laptop itu tidak rusak, kami mengisi ulang baterainya. Setelah penuh kamipun berkumpul untuk melihat-lihat isi komputer tersebut. Sesuai harapan beberapa teman saya, di dalamnya ada film-film yang "menarik". Tapi ada satu file yang jauh lebih menarik daripada tayangan tubuh-tubuh molek yang diharap-harapkan rekan-rekanku itu.
Jadi Frans menemukan sebuah draf surel yang belum sempat dikirim oleh pemilik laptop tersebut (seorang, entahlah penerjemah mungkin, bernama Ryan Dachna). Jika ternyata draf surel ini bukanlah sebuah tulisan fiksi atau sebuah hoax maka ada kemungkinan kami telah menemukan apa yang menyebabkan munculnya Badai Zombie ini. Kami sendiri masih terpecah, ada yang percaya surel itu benar (termasuk Frans) ada yang percaya kalau surel itu adalah materi untuk sebuah tulisan fiksi. Daripada menjelaskannya pada kalian aku akan memasukkan isi surel tersebut di bawah (gampang, tinggal copy-paste) dan membiarkan kalian menilai sendiri autentisitasnya.
***
Pak Pandu, ada baiknya anda tidak mengutak-atik keris yang sampeyan temukan di lokasi pembangunan gedung sampeyan itu. Kumpulan kertas-kertas yang isinya bahasa Itali, yang sampeyan kirim ke saya itu sudah saya terjemahkan dan ternyata itu menarik dan sekaligus... gimana gitu, Pak. Cetar kalau dalam bahasa anak-anak sekarang. Kertas-kertas itu semacam jurnal seorang tentara bayaran dari Italia (disebut Condottieri) yang, kalau benar, bisa mengubah pandangan kita akan sejarah, tepatnya tentang pengepungan Batavia oleh Kerajaan Mataram di tahun 1629. Terjemahannya di bawah ini, saya buat dalam huruf miring.
17 Januari 1629
Kapten Fantini mendapat kontrak baru. Sekarang, puji Tuhan setelah sekian lama, kami akan bekerja untuk VOC di Hindia Timur. Menurut Kapten, Gubernur Coen membutuhkan tambahan pasukan profesional di Batavia. Tahun lalu kota itu dikepung oleh kerajaan apa namanya yang konon berkuasa di Hindia Timur. Batavia tidak tersentuh tapi entah mengapa sebagian besar pasukan bayaran di sana tidak lagi mau melanjutkan kontrak mereka tahun ini. Bila mereka merasa kesempatan mereka untuk melawan para landsknecht (maaf Pak Pandu, yang ini ga ada terjemahannya. Landsknecht itu tentara bayaran dari Jerman) maka silahkan kembali ke Eropa. Giliranku menikmati udara hangat Hindia Timur dan pasukan-pasukan primitifnya menggantikan mereka.
07 April 1629
Ternyata alasan mengapa para tentara bayaran sebelumnya ingin pulang adalah karena kondisi politik di Hindia Timur. Kerajaan yang mengepung Batavia tahun lalu adalah Kerajaan Mataram dan mereka sedang giat-giatnya berperang. Ada indikasi mereka telah belajar dari kesalahan mereka tahun lalu dan akan menyerang Batavia sekali lagi dengan cara yang lebih efektif. Mata-mata VOC sudah menemukan desa-desa yang akan digunakan pasukan Mataram sebagai pusat logistik. Tapi berhubung Kapten Fantini adalah pakar strategi dan ia sekarang adalah penasihat keamanan Batavia, aku tidak kuatir.
13 Mei 1629
Laporan-laporan dari para mata-mata mulai datang. Menurut mereka Kerajaan Mataram akan menggabungkan pasukan mereka dengan pasukan vasal mereka dari Priangan. Pasukan Priangan sendiri berjumlah 14000 orang. Bila mereka pintar jumlah itu sudah cukup untuk mengepung Batavia. Kapten Fantini meminta izin kepada Gubernur Coen agar pasukannya menyerang pusat logistik pasukan gabungan Mataram-Priangan. Gubernur setuju dan kami akan berangkat sore ini juga. Sepertinya malam ini aku tidak perlu menghabiskan upahku di rumah bordil.
20 Juni 1629
Karena tidak mempunyai banyak pasokan, pemimpin pasukan Priangan memutuskan untuk berangkat ke Batavia pertengahan bulan lalu. Mereka sudah mengepung kami pada akhir bulan. Tapi berita bagus datang dari mata-mata kami. Pasukan dari Mataram kecewa karena tidak disambut oleh pasukan Priangan. Pasukan Mataram mengamuk di sebuah kota bernama Karawang, memperkosa dan membunuh penduduk Sunda di sana. Sekarang pemimpin Priangan bersiap-siap pulang untuk membalas para pasukan Mataram. Luar biasa! Aku tidak tahu apakah Kapten Fantini memang merencanakan hal ini ketika kami membakar pusat-pusat logistik pasukan Mataram-Priangan, yang jelas pengaruhnya sungguh luar biasa!
14 Juli 1629
Hari ini kami menikmati wine di siang hari. Pasukan Priangan pulang ke daerah mereka untuk membalas kekejaman yang dilakukan pasukan Mataram di sana. Izinkan aku mengutip seorang muslim yang kulupa siapa namanya dengan mengatakan " bila musuh-musuhmu saling berkelahi, jangan mengganggu mereka."
29 Juli 1629
Entah bagaimana, sebagian besar pasukan Mataram ternyata tidak mati di tangan pasukan Priangan. Priangan sekarang memberontak tapi pasukan Mataram yang tersisa menghindari mereka untuk terus ke Batavia. Ternyata kami akan dikepung juga. Tak apalah, sudah lama aku tidak mengayunkan pedangku.
15 Agustus 1629
Pasukan Mataram tidak terlalu banyak jumlahnya jadi kami bersiap-siap untuk menemui mereka di luar tembok kota. Lebih baik bertempur di tempat terbuka daripada dikepung dan harus berlapar-lapar di balik tembok. Aku akan membawa pistol barel ganda yang baru kumenangkan dalam permainan dadu bulan lalu, satu vecchio fucile (ini semacam shotgun versi lawas yang biasa dipakai orang Portugis jaman itu, Pak Pandu), dan pedang ayahku. Entah mengapa aku tergoda untuk membawa perisai bundarku juga. Mungkin kubawa, mungkin tidak.
20 Agustus 1629
Bunda Maria lindungi kami! Terkutuklah VOC yang tidak menyediakan pastor bagi kami yang Katholik! Pasukan Mataram menyerang kami di tengah badai yang hebat, padahal ini bulan Agustus! Mereka pasti menggunakan semacam sihir! Pasukan mereka juga bukan manusia tapi monster-monster menyerupai manusia yang kebal peluru! Mereka mengerang dan menjerit bila tertembak tapi terus berlari ke arah kami, mengayunkan senjata apapun yang mereka bawa! Mereka hanya mati, benar-benar mati, bila kami memecahkan kepala mereka! Entah iblis apa mereka itu! Dan bila itu tidak cukup mengerikan, mereka juga bisa membangkitkan pasukan kami yang gugur untuk menjadi budak iblis mereka! Pasukan kami yang terluka parah atau mati akan dimuntahi oleh salah satu dari pasukan mereka! Kulit mereka akan berubah kehijauan dan sebelum kau sempat berkedip, mayat rekanmu itu menyerangmu dengan ganas! Oh Tuhan, bebaskan kami dari kejahatan ini!
Kapten Fantini memerintahkan pasukannya untuk mundur ke Fort Hollandia. Di sini kami sekarang berdiam sementara penduduk Batavia satu persatu diubah menjadi setan oleh pasukan-pasukan Mataram.
21 September 1629
Gubernur Coen meninggal hari ini. Untungnya bukan karena mayat-mayat hidup di luar Fort Hollandia. Ia terkena kolera yang menyebar di seluruh benteng ini. Aku sendiri tidak apa-apa, tapi setengah ransum yang mulai diberlakukan sejak minggu lalu membuatku lemah. Kadang aku pikir lebih baik keluar saja dan melawan para mayat hidup itu dalam satu pertempuran akhir yang penuh kejayaan, tapi aku tidak mau berubah jadi salah satu dari mereka. Aku tidak yakin Tuhan mau menerimaku bila begitu.
25 September 1629
Kami membunuhnya, utusan iblis yang mengendalikan makhluk-makhluk najis di luar benteng itu, kami mengakhiri hidup bejatnya! Ia adalah salah satu perwira Mataram. Ia membawa bersamanya belati khas mereka yang meliuk-liuk dan menggunakan itu untuk berbicara dengan para mayat hidup. Entah apa yang terjadi tapi sepertinya ia berperang melawan sesamanya, mungkin untuk memperebutkan senjata itu. Mereka tidak memperhatikannya tapi mereka bertarung di dalam jarak tembak meriam-meriam kami. Tanpa banyak berpikir Kapten Fantini meminta semua meriam diarahkan ke bajingan-bajingan Mataram itu. Selama lima belas menit kami menghabiskan seluruh amunisi di benteng ini. Ketika salah satu peluru kami mengenai si utusan iblis, seluruh mayat hidup ambruk bersamanya. Pasukan Mataram yang tersisa melarikan diri. Aku tidak percaya akan menulis ini, tapi sepertinya kami menang.
27 September 1629
VOC terkutuk ingin kami menyerahkan semua catatan harian kami, bahkan yang ditulis Kapten Fantini. Tapi mereka tidak memintanya dengan kasar, mereka berniat membelinya dari kami. Aku butuh uang tapi aku rasa kisah kami akan hilang bila aku menyerahkan seluruh jurnalku pada mereka. Jadi aku merobek halaman-halaman ini agar suatu saat seseorang dapat mengerti apa yang terjadi di sini. Kapten Fantini telah mengambil dan menyimpan senjata yang digunakan si utusan iblis. Dengan izinnya aku akan menyimpan catatan-catatan harianku bersama senjata itu. Kami mencoba menghancurkannya kemarin tapi bahkan peledak-peledak kami tidak dapat melakukannya. Logam senjata itu datang dari neraka sendiri. Aku serahkan kepada kebijaksanaan dan kemurahan Tuhan kapan senjata dan catatan-catatanku ditemukan, dan oleh siapa. Siapapun anda, jangan bermain-main dengan senjata itu.
Kertas-kertas ini juga sudah saya teliti, Pak. Yang memeriksanya sepakat kalau kertas ini dari periode tersebut. Hasil carbon dating untuk tintanya juga memperkuat hal tersebut. Usul saya keris yang sampeyan temukan itu dibawa ke museum saja.
***
Menarik ya? Seperti kubilang tadi, sebagian rekan-rekanku percaya draf surel ini nyata sementara yang lain mengatkan itu fiksi. Aku sendiri kaget dengan kemiripan kejadian di terjemahan jurnal itu dengan Badai Zombie yang menerjang kita. Aku ingat sekali bagaimana di seluruh Indonesia, saat Badai Zombie ini terjadi, hujan deras! Aku baca ocehan-ocehan kerabat-kerabatku yang terpisah berkilometer jauhnya di jejaring sosial pada hari itu dan semua mengeluh tentang hujan deras. Walaupun saat itu memang musim hujan tapi belum pernah aku melihat semua orang, semua, memaki-maki cuaca yang sama. Secara ilmiah itu tidak mungkin, kan?
Tapi walaupun soal hujan deras itu sama, soal lahirnya sebuah zombie itu beda. Aku sama sekali tidak melihat zombie memuntahi sebuah mayat untuk mengubahnya menjadi zombie lain di masa kita. Aku tidak bisa sepenuhnya berkata hal itu tidak pernah terjadi, tapi sepertinya rekan-rekanku juga tidak pernah melihat hal tersebut. Setahu kami zombie yang sekarang menulari ke-zombie-annya dengan menggigit tapi tidak memakan otak korbannya. Apapun kebenarannya, yang jelas, sama seperti condottier di surel misterius itu, kita juga berhasil selamat dari Badai Zombie kita. Ya toh?
Ternyata undangan ini panjang, ya? Ngalor-ngidul pula! Maaf bila anda merasa terbuang waktunya. Bila anda merasa penasaran dengan fasilitas-fasilitas yang kami miliki, bila anda penasaran seperti apa laptop yang kami gunakan, atau bila anda ingin berdebat tentang asal muasal Badai Zombie, maka kunjungilah kami di Benteng Swalayan. Sekali lagi, periksalah peta di belakang lembar pertama untuk petanya. Kami jamin kalian tidak menyesal! Sampai kita bertemu, kawan!